Saturday, June 12, 2010

Surat usang di atas Gincu

Terkantuk-kantuk seorang perempuan membaca sebuah surat. Di bawah lampu yang temaram, ia mencoba membaca.
Kertasnya coklat, karna termakan waktu dan rayap. Di sisi-sisi kertasnya, penuh dengan lubang-lubang kecil. Baunya apek. Bahkan tulisan yang digores dengan sebuah pena mahal itu pun sudah semakin memudar. Membaur dengan usangnya kertas surat. Tetapi tulisan itu selalu ia baca sebelum tidur. Si perempuan tak dapat menahan rindu yang kian terbendung lama. Dengan membaca surat usang itu, ia merasa dekat dengan pengirimnya. Seperti membawa seribu rencana yang pernah ada.
Antara waktu, dirinya dan seseorang di masa lalu.

"Mak, lupakan dia. Suratnya sudah semakin rapuh saja. Pun itu tidak akan mengembalikan ia di sini.Untuk bersamamu di kamar sempit dan lembab ini. Dia sudah punya kamar yang lebih indah." Seorang perempuan yang lebih kecil tiba-tiba datang dan berdiri dibelakangnya. Menatap perempuan tua berkacamata di depannya.

"Ya. Tapi rindu ini menyiksa.Kau kan tak tau rasanya. Sudah sana, tidur saja!" Balas si perempuan sambil menyembunyikan surat.

"Aku tau. Itu mengapa aku suruh kau lupakan itu, Mak !Membacanya saja aku tak pernah kau izinkan. Coba, aku baca itu. Penasaran aku lihat kau bertahun-tahun membacanya tiap malam dan menitikkan air mata sesudahnya. Apa isi surat itu? " Si perempuan lebih kecil mendekat. Mencoba meraih surat yang semakin rapuh itu. Lampu kamar bergoyang tertiup angin. Ruangan meredup.

"Ah, sudahlah. Kau tidur saja ! Aku juga harus tidur. Kalau perlu tidur selamanya. Agar tak perlu membaca surat ini lagi." ia menggerakkan tangannya cepat. Menyembunyikan surat di bawah bantalnya yang tidak kalah tua dengan si surat. Bantal tak bersarung.

"Ya. Mudah-mudahan. Biar kau tau, kalau ingin lupakan, ya mulailah untuk tidak baca surat itu. Bosan aku tiap malam melihatmu begini. Lama-lama, kupenggal orang yang menyuratimu itu !!"
Dua perempuan tertidur dengan lelapnya. Terbawa mimpi yang entah indah atau buruk. Wajah si perempuan tua yang berkerut semakin tua. Tapi masa lalu masih menempel, diantara kerutan-kerutan wajahnya. Tak hilang.

"Masa lalu yang sialan !!" Umpat perempuan dalam igaunya.

No comments:

Post a Comment