Friday, January 17, 2014

Setelah membaca salah satu Suluk...

16 Juli 2013 pukul 15:22

”Kiblat, Mekah, Rentetan Ibadah Haji, Shalat, Puasa.. itu adalah sebuah simbol, sebuah sembah raga. Tata Krama. Ibadah sejati adalah meleburkan ke-Aku-an dalam keikhlasan, bersimpuh, menundukkan kepala pada Zat Maha Tunggal dengan semua indera yg kita miliki. Batiniah. Pun, kita tidak bisa hidup tanpa tata krama.”

[Begitu kira-kira yang saya simpulkan dari Suluk LingLung dan Wujil]

Wednesday, December 18, 2013

The future, simply onwards and upwards.

Akhir-akhir ini saya selalu merasa lebih panik menghadapi hari, tidak bisa mengontrol emosi, dan jauh dari Tuhan.  Ketika saya mulai tidak bisa berhenti mempertanyakan masa depan, ketakutan-ketakutan di masa depan, dimana saya akan berada nantinya, dengan siapa saya menikmati dunia, kapan saya akan meninggalkan dunia dan dengan cara yang seperti apa, maka saya selalu akan bermain dengan memori-memori masa lalu. Memutar kembali apa yang pernah saya dengar, apa yang pernah saya alami, apa yang pernah saya rasakan dan apa yang pernah saya lihat. Banyak kekhawatiran-kekhawatiran tentang bagaimana masa depan yang akan saya lalui. Haaaa.. lelah juga ya ternyata. Menyakiti diri sendiri dengan luka-luka lama, dengan memori-memori yang membuat nyali ciut untuk menghadapi apa yang seharusnya ada di depan saya. Lima centimeter dari kepala. Perlahan saya mulai menyadari, nasihat dari seseorang terdekat, bagaimana kita harus memasrahkan diri. Seperti ketika kita memasrahakan tubuh terhanyut dalam aliran air. Tidak perlu melawan, itu justru akan melukai diri. Ikuti saja, dan berusahalah untuk tidak terluka dengan menenangkan otot-otot tubuh, ikuti iramanya. Itu saja.

Merelakan apa yang pernah terjadi, memaafkannya dan lalu, kembali berjalan. Saya rindu mendaki gunung jadinya. Tiap kali dalam sebuah pendakian, saya akan selalu merasa sedang merefleksikan diri, mengenang, memaafkan dan kembali berjalan. Dan ketika turun dari pendakian, saya sudah segar kembali. Pikiran saya sudah tenang kembali. Alam memang menjadi obat penenang dalam segala hal. Benar, kedekatan kita dengan Tuhan adalah candu, obat penenang. Dan sebuah pendakian merupakan salah satu cara yang bisa mendekatkan saya pada Tuhan, Maha pembolak balik hati.

Hari ini saya mendapatkan banyak pelajaran mengenai kepasrahan. Tenang dan lebih tidak terbebani rasanya, ketika diri kita bisa memasrahkan segalanya pada pelukan Tuhan. Meski sulit ya, belajar pasrah. Duh...begitulah.

Rasanya mulai hari ini saya harus pasrah.
"Nah, kalo begitu ayo, kita berbincang lagi supaya bisa sama-sama tenang menjalani hari.." Hehehe

Friday, November 22, 2013

KehilanganMu, semoga tidak berakhir dalam tanda seru

Suatu ketika, kerinduan dan kedamaian terbesar adalah saat mengingatnya. Tanpa banyak bicara, saat itu, genggaman hati dipersembahkan untuknya, begitu saja. Membelokkan keheningan sembah padaMu.
----------------------------------------------------------




Kini, aku kehilanganMu dalam waktuku, dalam ucapan-ucapan dan doa yang biasa mengalir.

Tuesday, April 23, 2013

Rrrrgh...



Mengerikan!!
Akhir-akhir ini seperti tersihir oleh waktu.

Pernah merancang banyak hal denganmu.
Lalu bermesraan lewat mimpi-mimpi untuk masa depan.

Dan kini, hanya bisa mengingat namamu. Hanya bisa melihat gambarmu.
Mengerikan!! Hanya bisa mengingat betapa aku inginkan kamu.

Lebih baik, saya sudahi. Meski tahun belum berakhir. Segera tutup buku.

[Akhir April, 2013]

Thursday, January 10, 2013

Harus diberi judul apa?

Sudah lama saya tidak seperti ini.

Menangis karna rindu. Rindu pada hal yang belum pernah saya temui, tetapi selalu hadir dalam ingatan dan magi.
Soal nada, dupa terbakar, waktu, kesedihan dan Cinta.

Menangisi rindu pada kehidupan yang bahkan, belum pernah saya rasakan. Pada satu hal yang tak satu pun orang percaya. Pada misteri waktu.

Friday, December 7, 2012

Seni Tari Emprak

Sore tadi di sebuah perjalanan, ketika saya tengah berada diantara kemacetan Pantura, sebuah pemandangan menarik mata dan hati. Tidak jauh dari saya, terlihat sebuah rombongan yang terdiri dari satu penari laki-laki (yang berdandan ala wanita), satu penari yang sungguhan wanita dan dua pemain alat musik. Mereka mengingatkan saya pada sebuah tarian asal Jepara. Tarian suka cita yang saya kenal di dalam kisah Centhini. Tarian Emprak namanya... untuk lebih tau banyak mengenai tarian Emprak bisa cek di sini ya ^^

Saya sempat takjub. Masih ada ya.. Sungguh, saya senang melihatnya. Emprak masih dimainkan.
Dan saya melihatnya sore tadi. Maka, akhirnya saya membuatkan sebuah puisi untuk mereka.. dan mempersembahkan sebuah video soal Tari Emprak yang saya temukan dari Youtube.



Desah Tarian Emprak

Perempuan menari emprak.
Langit sore memudar. Lelah berpayung jingga.
Perempuan kembali berjalan, emprak, masih bisa bergoyang.
Malam penuh suka cita. Emprak penuhi rongga dada manusia.

"Eh, kenapa itu perempuan yang menari? ini emprak!"
Lelaki todongkan belati.
"Malam mengubahnya. Ia perempuan dalam emprak. Biar saja."
Perempuan dirundung duka.

"Biarkan saja emprak ini. Laki.. perempuan.. biar Sang Gusti tentukan mereka."
Perempuan masih bersuka cita. Goyangkan selendang akar wangi.
"Maka teruslah kita berjalan, agar rindu itu si tarian emprak..."
Bulir keringat, desah dan tawa dalam gelaran tikar.

Emprak tetap dimainkan..
Tak peduli Laki tak peduli perempuan.
Emprak terus berjalan.
Rombongan tarikan suka cita.


[Ditulis untuk seni Tari Emprak dan penggiatnya]


Selamat Menikmati :)

Wednesday, November 28, 2012

Untuk yang Telah Kujadikan Kekasih

Duh, Tuhan, Ia yang Tak Bernama, pasti mengerti betapa rindunya hati denganmu, yang telah kujadikan Kekasih.
Tuhan pasti mengerti dengan ketakutan diri kehilanganmu, yang telah kujadikan Kekasih.
Tuhan mengerti rupamu, yang telah kujadikan Kekasih.
Dan matiku pun untukmu, yang telah kujadikan Kekasih.

Untuk yang telah kujadikan kekasih, Sang Jagat Raya.