Monday, June 22, 2009

Menembus Senja

"Ini perjalanan menembus senja,anakku!" Ibu mengusap dahiku yang berkeringat. senyumnya getir. Tapi, senja kali ini ia tidak memakai bedak itu. Yang biasa ia gunakan tiap kali kami hendak melakukan perjalanan. Di tangan kirinya ia membawa sekeranjang bebijian pinus. Tangan kanannya masih membelai rambutku, rambut hitam panjangku yang menurun darinya. Langit sudah memerah memang. Burung-burung bergerombol terbang menuju selatan. Kemana lagi Ibu akan membawaku senja kali ini? Kemarin lalu aku tidak hanya berjalan menembus senja. Kabut tebal dan hujan gerimis juga menemani perjalanan kami. Jalanan menanjak yang licin membuat perjalanan kami sedikit terganggu. Dadaku sedikit sesak saat itu, menghirup pekatnya kabut sore. Berkeringat tubuhku, tubuh kami. Tapi aku menggigil dingin karenanya. Dan saat itu ,kulihat ibu merapatkan jaketnya, lalu merapatkan jaketku yang lebih tebal dari jaket yang ia pakai. Ia masih tersenyum sekali pun giginya beradu. Dapat kurasakan jari-jarinya dingin, membeku, menggenggamku.
"Ini bukan perjalanan main-main,nak. Kamu terlahir ketika senja muncul, dan hidupmu dimulai saat itu. Menarilah...!!"

No comments:

Post a Comment