Wednesday, April 20, 2011

Menari kembali

Seperti biasa, ini seperti menjadi sebuah ritual bagi saya saat bayangan sebuah drone tua menghampiri. Mengambil dua buah dupa lalu membakarnya dan menusukkannya di atas kayu tempat dupa yang saya buat .Ketika api sudah mulai membesar, kemudian saya tiup agar bara kecil yang tersisa mengeluarkan asap, menyebarkan wanginya ke seluruh ruangan kamar. Ini ritual yang sempat terlupakan. Lalu, seperti definisi ritual yang saya baca dari antropologi religi, selalu merasa ada yang kurang ketika ritual tidak dilakukan. Dan ketika nyanyian-nyanyian gendhing sudah terdengar, mulailah saya bisa menari kembali. Menggerakkan jemari dan mengayunkan selendang dengan busana genitri, menggerus malam, kembali melayang pada tahun saka.

Ah, indahnya ketika setiap gerakan dapat segera meluruhkan gulita. Menerka kembali bayangan-bayangan liar yang selalu mengajak menari di tahun saka hingga lembayung menjemput di ujung jendela. Setiap kaki terangkat pelan...pelan sekali, mengikuti gerak asap, laki-laki di bawah kumbayoni selalu muncul. Dan ketika gerakan berlanjut dengan hentakan jemari-jemari mengikuti nada, kami mulai bertemu dalam gulita.

"Kemarilah, menari bersamaku!Bara di ujung dupa masih menyala..."


Menari diantara senja